Rabu, 14 Desember 2016

Dialog Konseling Individu



Data Klien
Nama Klien                 : Leli Marito Panggabean
Umur                           : 18 Tahun
Jenis Klamin                : Perempuan
Status                          : Mahasiswa Unimed Jurusan PGSD Semester 1

Dialog Konseling Individu
Leli      :Asalamu’alaikum kak..(mengetuk pintu)
Aisyah : Wa’alaikum salam,mari dik silakan masuk...
                        (berjabat tangan,lalu dengan ramah menyilahkan duduk)
Leli      : Terimakasih kak...
Aisyah : Wah, kakak senang sekali berjumpa dengan mu.Tampaknya seperti ada sesuatu yang penting, sehingga adik menemui kakak (refleksi perasaan)
Leli      : Iya nih kak.
Aisyah : Oiyah bagaimana kabar kamu sekarang dik ?
Leli : Alhamdulillah baik kak.
Aisyah : Tadi naik apa kesini kamu ?
Leli : Naik kereta kak.
Aisyah :  Baik sebelumnya kakak akan memperkenalkan diri dahulu supaya kita melakukan pengkonselingan dapat berjalan dengan baik. Perkenalkan nama kakak Siti Aisyah kakak adalah salah satu Mahasiswi dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,  kakak dari  jurusan Bimbingan Konseling Islam, dan kakak disini sebagai konselor adik sebagai kliennya, kalau boleh kakak tau siapa yah nama kamu ???
leli            : Perkenalkan kak, Nama saya Leli Marito Panggabean saya adalah salah satu Mahasiswi dari Universitas Negeri Medan Sumatera Utara.
Aisyah : Jurusan apa ?
Leli : PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar).
Aisyah : Semester berapa ?
Leli : Semester 1.
Aisyah : Sebelumnya kamu sudah pernah belum melakukan proses pengkonselingan seperti ini ???
Leli : belum kak.
Aisyah : Oke. Disini kakak akan menjelaskan terlebih dahulu tentang bimbingan konseling ini. Bimbingan Konseling ini adalah proses tatap muka yang terjadi antara dua orang yang terdiri dari konselor yaitu kakak sendiri dan kliennya yaitu adik. Didalam bimbingan konseling ini terdapat tiga asas yang harus klien ketahui yang pertama Asas keterbukaan dimana disini klien harus secara terbuka untuk menceritakan semua permasalahan yang telah klien miliki tanpa adanya rasa menutup nutupi dari diri klien sendiri, ke Dua Asas Kesukarelaan dimana asas kesukarelaan ini adalah seorang klien harus secara suka rela untuk menyampaikan semua jenis permasalahannya kepada konselor tanpa adanya paksaan dari pihak siapapun juga, dan yang terahir yaitu Asas Kerahasiaan dimana disini saya sebagai konselor wajib merahasiakan segala permasalaan yang sudah klien saya ceritakan kepada saya. Apakah adik sudah paham tentantang bimbingan konseling ini. ??
Leli : Sudah kak.
Aisyah : Baiklah apakah adik ingin menyampaikan suatu permasalahan pada kakak skarang?
Leli : iyah kak.
Aisyah : Baiklah sebelum dimulai proses konseling ini berapa menit waktu yang dapat adik gunakan untuk melakukan proses konseling ini ?
Leli : Sekitar 30 menit kak, karena pada jam 09.00 saya ada ujian F3 Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
Aisyah : Baiklah Kalau demikian, marilah kita manfaatkan waktu selama 30 menit ini dengan sebaik-baiknya.
Leli : (Mencoba memulai pembicaraan) Sejujurnya saat ini saya benci dan marah dengan pacar saya kak.
Aisyah : coba adik jelaskan secara rinci, tentang perasaan benci dan marah yang adik alami saat ini ?
Leli : Gimana tidak marah ya kak…. waktu itu saya meminta pacar saya itu untuk menemui
orang tua saya, akan tetapi dia menolaknya, hal itulah yang membuat saya menjadi benci dan
marah dengan dia.
Aisyah : kakak dapat memahami perasaan adik saat ini, jadi bagainmana perasaan  sekarang dik ??
Leli : Jujur aja kak…. sebenarnya saya itu masih cinta dengan dia.
Aisyah : Adik tadi mengatakan benci dan marah, sekarang adik mengatakan masih
cinta kepada pacarnya. Tampaknya adik masih ragu-ragu terhadap perasaan adik itu sendiri.
Leli : iya kak….
Aisyah : Adik tidak yakin dengan perasaan adik sekarang, coba kemukakan apa yang  menyebabkan adik ragu ?
Leli :jadi bengini kak, pada mulanya hubungan kami baik-baik saja, namun ketika orang tua
saya tidak menyetujui hubungan kami, pacar saya itu mulai berubah sikapnya, dia mulai
menjauh dari saya, dan tidak mau lagi jika saya ajak kerumah.
Aisyah : o… ya… lalu
Leli : saya waktu itu sempat stres kak, belajar menjadi terganggu, mau kuliah tidak semangat… akhirnya minggu kemaren saya pergi ke tempat nenek di Parapat untuk menenangkan diri sejenak.
Aisyah : seandainya hal tersebut terjadi pada saya, saya pun akan melakukan hal seperti itu….Coba adik ceritakan secara lebih rinci lagi, mungkinkah pacar adik itu masih mempunyai perasaan cinta kepada adik ?
Leli : ketika saya meminta kejelasan mengenai hal itu, dia mengatakan bahwa memang masih
ada rasa cinta. Akan teapi dia malu dengan orang tua saya.. soalnya waktu itu…
Aisyah : Ceritakan semuanya dengan jujur, percayalah kerahasiaan ini akan terjaga baik dik
Leli : Waktu itu saya pernah mengajak dia kerumah, maksud saya ingin mengenalkan dia
kepada orang tua saya, ketika itu juga orang tua saya,, marah kepada saya..
Aisyah : Bisakah adik peragakan bagaimana sikap dan kata-kata ayah adik ketika memarahi
adik ?
Leli : ”Leli ini siapa? Kok memakai baju gak rapi, dan celana nya malah sobek-sobek, ini teman kamu apa leli, kok gak sopan sekali lel ?”
Seketika itu juga muka dia merah begitu mendengar perkataan ayah saya itu kak, mungkin
dia malu, karena memang pakaian dia waktu itu tidak rapi… yah ayah tau lah namanya anak
muda jaman sekarang…
Aisyah : terus….
Leli : sejak saat itulah dia tidak mau lagi saya ajak kerumah untuk silaturahmi dengan kedua orang tua saya.. Dan dia juga mulai menjauhi saya…. 
Aisyah : darii beberapa pembicaraan kita dapat simpulan bahwa ; pertama, adik masih cinta, betul? kedua, adik benci dan marah kepada pacar adik karena dia tidak mau diajak silaturahmi kerumah adik, betul? Ketiga, pacar adik tidak mau kerumah adik karena merasa malu dengan orang tua adik, betul?, keempat, orang tua anda kurang suka dengan cara berpakaian pacar anda, betul ?
Leli      : betul kak…
Aisyah : Bagaimana menurut pendapat adik, apa yang seharusnya dilakukan pacar adik sehingga dapat membuat orang tua adik senang dan menyetujui hubungan kalian ?
Leli : yang saya harapkan dari pacar saya itu, dia mampu merubah cara berpakaiannya, jangan terlalu modren, sedikit dirubah supaya bisa menarik simpati orang tua saya.
Aisyah : Pernahkan adik coba mengatakan hal tersebut kepada pacar adik ?
Leli : belum Kak… karena saya tidak yakin dapat merubah cara berpakaian dia.
Aisyah : adik mengatakan tidak yakin, apa yang menyebabkan adik ragu ?
Leli : Pacar saya itu anaknya gaul banget kak, jadi dia gak bakalan mau untuk merubah cara
berpakaian yang menurut dia, dia mengikuti bintang idolanya..
Aisyah : ada pepatah mengatakan ”Jika kita melihat sesuatu dengan positif, maka semua akan
terlihat baik, sebaliknya jika kita melihat sesuatu dengan negatif maka semua yang tampak
adalah kejelekan”
Leli : Maksud dari pepatah itu apa kak ?
Aisyah : adik yakinlah dulu bahwa Pacar adik mau berubah, karena seseorang yang masih cinta pasti bersedia melakukan yang terbaik demi hubungan tersebut. Bukankah dia masih cinta dengan adik ?
Leli : betul kak
Aisyah : tampaknya adik sudah dapat mengerti apa yang semestinya adik lakukan, kapan adik akan coba mengataknnya kepada dia ? Maaf siapa nama pacar adik itu ?
Leli : namanya syahrizan kak..
Aisyah : terus… kapan adik coba mengatakan kepada syahrizan supaya dia mau berpakaian
sederhana ketika bertemu orang tua adik?
Leli : secepatnya saya akan mengatakan kepada  untuk dapat berpakaian dengan sederhana, kalau benar dia masih cinta dengan saya dia harus rela berkorban demi direstuinya hubungan kami.
Aisyah : mudah-mudahan pacar adik dapat memahami ini semua, dan hubungan kalian dapat kembali harmonis, dengan begitu adik dapat kembali fokus ke belajar dan lebih semangat kuliah lagi.
Leli : amin…… terima kasih atas waktu yang kakak berikan,,, karena sudah jam 09.00 saya
mau kembali ke kelas untuk mengikuti ujian F3.
Aisyah : iya sama-sama, kakak juga senang dapat menjadi teman sharing adik….. kalau lain kali ada yang perlu dibicarakan kembali,,,, adik jangan sungkan-sungkan untuk datang ke rumah kakak yah..
Leli : baik kak… Assalamu’alaikum
Aisyah : wa’alaikumsalam.


Konseling yang Digunakan di Dalam Proses Konseling ini adalah Menggunakan “Proses Konseling Self”
            Dari Analisis diatas dapat saya ambil simpulan bahwa Leli adalah seorang mahasiswi di salah satu Universitas Negeri Medan. Leli merasa bingung dengan orang tua dan pacarnya. Dikarenakan kedua orang tuannya tidak menyetujui hubungan dengan pacarnya karena pacarnya selalu berpenampilan yang tidak sopan (modern). Mereka berpacaran sejak masih SMA dan selama ini mereka pacaran secara diam-diam ketika dibawa kerumah pacarnya lansung di introgasi dengan kata-kata yang membuat pacar leli menjadi patah semangat untuk menjalani hubungan yang lebih serius yang telah mereka rencanakan sejak SMA.



Makalah BELAJAR TUNTAS




BELAJAR TUNTAS
Dosen Pembimbing : Nora Adi Anna Harahap, M.Psi



OLEH :
Kelompok III
Endang Kurniasih
Erya Yunanda
Siti Aisyah
Muslim Fazri
Mukhlis Afrian 




FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
BIMBINGAN KONSELING ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2016/2017



KATA PENGANTAR

           
Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.  Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya penulis  mampu  menyelesaikan  tugas  makalah ini guna memenuhi tugas  mata kuliah Evaluasi dan Diagnosis Kesulitan Belajar.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Belajar Tuntas, yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,  kepada  dosen  pembimbing  penulis  meminta  masukannya  demi  perbaikan  pembuatan  makalah  penulis  di  masa  yang  akan  datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.




Medan, 07 Oktober 2016


Penulis




DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.....................................................................................................      
DAFTAR ISI.....................................................................................................................     

BAB I
PENDAHULUAN
A.LatarBelakang...................................................................................... 
B.Rumusan Masalah...............................................................................
C. Tujuan Penulisan..................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN
1.   Apa yang dimaksud dengan belajar tuntas........................................................   
2.   Bagaimana ciri-ciri belajar dengan prinsip belajar tuntas................................... 
3.  Bagaimana perencanaan belajar tuntas............................................................   
4.  Bagaimana pelaksanaan belajar tuntas............................................................... 
5.   Apa saja kelebihan dan kelemahan belajar tuntas.............................................. 


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.........................................................................................................................   
Saran...................................................................................................................................   

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................   


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Salah satu di antara masalah besar yang ada dalam pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar, khususnya peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain yang ada adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered), yaitu guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai mata pelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, dan belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.
Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah.
Sesuai dengan cita-cita dari tujuan pendidikan nasional, guru perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal peserta didik di dalam merancang strategi dan melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual.
Berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi belajar, atau belum terwujudnya keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan pada peran aktif peserta didik, inti persoalannya adalah pada masalah “ketuntasan belajar” yakni pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi secara perorangan. Masalah ketuntasan belajar merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan peserta didik, terutama mereka yang mengalami kesulitan belajar.
Maka dari itu diperlukan adanya pendekatan pembelajaran tuntas, yaitu salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu.
1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan belajar tuntas ?
2.      Bagaimana ciri-ciri belajar dengan prinsip belajar tuntas ?
3.      Baagaimana perencanaan belajar tuntas ?
4.      Bagaimana pelaksanaan belajar tuntas ?
5.      Apa saja kelebihan dan kelemahan belajar tutas ?

1.3   TUJUAN PENULISAN
1.      Agar mengetahui pengertian belajar tuntas
2.      Agar mengetahui ciri-ciri belajar dengan prinsip belajar tuntas
3.      Agar dapat mengetahui bagaimana perencanaan belajar tuntas
4.      Agar dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan belajar tuntas
5.      Untuk dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan belajar tutas


















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Belajar Tuntas (Mastery Learning)
            Model belajar tuntas pada mulanya diperkenalkan oleh Bloom dan Carroll (1963). Model ini tidak menerima perbedaan prestasi belajar diantara peserta didik. Caroll menyatakan bahwa sesungguhnya bakat merupakan ukuran mengenai waktu yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas pada jenjang tertentu dalam kondisi pengajaran yang diharapkan.[1]
            Belajar tuntas (Mastery Learning) adalah pendekatan pembelajaran berdasar pandangan filosofis bahwa seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang tepat. Konsep belajar tuntas adalah proses belajar yang bertujuan agar bahan ajaran dikuasai secara tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh. Belajar tuntas ini merupakan metode pembelajaran yang diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok. Dengan sistem belajar tuntas diharapkan proses belajar mengajar dapat dilaksanakan agar tujuan instruksional yang akan dicapai dapat diperoleh secara optimal sehingga proses belajar lebih efektif dan efisien.
            Pengembangan model pengajaran tuntas terutama dilandasi oleh pokok-pokok pikiran dalam psikologi behavioristik yang menitiberatkan pada pembetukan tingkah laku dengan menggunakan pola belajar individual sebagaimana halnya metode paket belajar (sistem modul). Metode tersebut pada dasarnya merupakan realisasi dari konsep pendidikan yang berdasarkan pada pendekatan kompetensi, yang mulai berkembang di Amerika Serikat sekitar tahun enam puluhan. Saat ini pendekatan tersebut mulai diterapkan pula dalam sistem pendidikan di Indonesia dengan beberapa modifikasi tertentu.
            Metode belajar tuntas (mastery learning) adalah suatu metode pengajaran yang diindvidualisasikan dengan menggunakan pendekatakan kelompok (group based approach). Pendekatan ini memungkinkan peserta didik belajar bersama-sama bedasarkan pembatasan bahan pelajaran yang harus dipelajarai oleh peserta didik, sampai tingkat tertentu, penyediaan waktu belajar yang cukup dan pemberian bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
            Tingkat penguasaan dalam belajar tergantung pada jumlah waktu yang digunakan, dibandingkan dengan jumlah waktu yang disediakan. Misalnya: peserta didik bisa fokus dalam belajar hanya 2 jam, tetapi waktu yang disediakan 3 jam, maka tingkat keberhasilan hanya akan mencapai 67% dari target yang direncanakan. Waktu yang disediakan untuk belajar, selain bergantung pada kecepatan belajar peserta didik, juga ditentukan oleh kuantitas pengajaran dan kemapuan belajar peserta didik untuk menangkap suatu uraian dalam bentuk lisan atau tulisan.
B.     Ciri-Ciri Belajar dan Prinsip Belajar Tuntas
a.       Ciri-Ciri Belajar
1.       Peserta didik dapat belajar dengan baik dalam kondisi pengajaran yang tepat sesuai dengan harapan pengajar.
2.       Bakat seorang peserta didik dalam bidang pengajaran dapat diramalkan, baik tingkatannya maupun waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bahan tersebut. Bakat berfungsi sebagai indeks tingkatan belajar peserta didik dan sebagai suatu ukuran satuan waktu.
3.       Tingkat hasil belajar bergantung pada waktu yang digunakan secara nyata oleh peserta didik untuk mempelajari sesuatu, dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya.
4.      Tingkat belajar sama dengan ketentuan, kesempatan belajar, bakat, kualitas pengajaran, dan kemampuan memahami pelajaran.
5.      Setiap peserta didik memperoleh kesempatan belajar yang berdiferensiasi dan kualitas pengajaran yang berdiferensiasi pula.
6.      Jumlah waktu yang disediakan untuk mempelajari setiap pelajaran adalah tetap dan pasti (fixed time), yaitu kurang lebih dua minggu. Selain itu patut diperhatikan bahwa baik test formatif maupun sumatif, tergolong yang dinamakan “Criterion Riferenced Test” atau menggunakan “Penilaian Acuan Patokan”, yaitu norma keberhasilan bersifat pasti dan tetap. Ini berarti, bahwa norma keberhasilan bukanlah taraf keberhasilan yang umumnya dicapai oleh peserta didik dalam suatu kelas, misalnya skor rata-rata, seperti yang terjadi bila digunakan tes yang tergolong “Norm Refenced Test” atau diterapkan norma menurut “Penilaian Acuan Norma”. Standard keberhasilan ditentukan sebelum peserta didik berada di dalam kelas; jadi, tidak ada penyesuaian terhadap standard dan tidak ada pula apa yang disebut “kebijakan”.
7.      Dibedakan antara program belajar “perbaikan” dan program belajar “pengayaan”; sekaligus dibedakan pula antara suatu tujuan instruksional yang harus dicapai oleh sejumlah peserta didik, dan tujuan-tujuan instruksional yang hanya perlu dicapai oleh sejumlah peserta didik yang ternyata bisa belajar dengan lebih cepat.[2]
            Sistem belajar tuntas dapat diterapkan, kalau semua tujuan instruksional khusus dapat ditentukan secara tegas, dan materi pelajaran dapat dijabarkan dan dirangkai menurut sekuensi, dari bagian pokok bahasan yang bersifat lebih sederhana, ke bagian pokok bahasan yang bersifat komplek. Unit-unit pelajaran dirancang secara hierarkis, tetapi pengertian “hierarki” menurut konsepsi Gagne (learing hierarcby). Saat ini sejumlah ahli pendidikan menekankan bahwa pernyataan “kebanyakan peserta didik, sampai 95% dari seluruh peserta didik dalam kelas, dapat menguasai apa yang mereka harus kuasai”, tidak boleh diartikan sebagai: “semua peserta didik dapat mempelajari apa saja”. Dalam suatu kelompok peserta didik akan sangat heterogen dalam hal seperangkat kemampuan yang telah dimiliki, dapat diharapkan berhasil. Sistem belajar tuntas akan efisien dan efektif, kalau metode pengajaran ini disertai usaha untuk meningkatkan mutu pengajaran yang meliputi semua komponen dari proses belajar mengajar, sebagaimana telah diutarakan bahwa norma keberhasilan bukan dilihat dari taraf keberhasilan yang umumnya dicapai oleh peserta didik dalam suatu kelas, misalnya skor rata-rata terjadi bila digunakan tes yang tergolong “Norm Referenced Test” atau yang diterapkan dalam norma menurut “Penilaian Acuan Norma”.
b.      Prinsip Belajar Tuntas
            Para pengembang konsep belajar tuntas mendasarkan pengembangan pengajarannya pada prinsip-prinsip :
1.      Sebagian besar peserta didik dalam situasi dan kondisi belajar yang normal dapat menguasai sebagian terbesar bahan yang diajarkan.
2.        Guru menyusun metode pengajaran tuntas mulai dengan merumuskan tujuan-tujuan khusus yang hendak dikuasai oleh peserta didik.
3.       Sesuai dengan tujuan-tujuan khusus tersebut guru merinci bahan ajar menjadi satuan-satuan bahan ajaran yang kecil yang mendukung pencapaian sekelompok tujuan tersebut.
4.      Selain disediakan bahan ajaran untuk kegiatan belajar utama, juga disusun bahan ajaran   untuk kegiatan perbaikan dan pengayaan. Konsep belajar tuntas sangat menekankan pentingnya peranan umpan balik.
5.      Penilaian  hasil  belajar  tidak  menggunakan   acuan   norma,   tetapi   menggunakan   acuan patokan.
6.      Konsep belajar tuntas juga memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individual.
            Prinsip ini direalisasikan dengan memberikan keleluasaan waktu, yaitu peserta didik yang pandai atau cepat belajar bisa maju lebih dahulu pada satuan pelajaran berikutnya, sedangkan peserta didik yang lambat dapat menggunakan waktu lebih banyak atau lama sampai menguasai secara tuntas bahan yang diberikan.[3]
C.    Perencanaan Belajar Tuntas
            Perencanaan dilakukan sebelum belajar tuntas dilaksanakan sebagai strategi Bloom Block. Perencanaan program belajar tuntas berdasarkan asumsi bahwa sebagian besar peserta didik dapat belajar dengan baik, dan guru mampu mengajar dengan baik. Dengan demikian akan tercipta belajar mengajar yang efektif dan efisien. Perencanaan belajar tuntas disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Merumuskan tujuan bidang pengajaran
2.       Mempersiapkan alat evaluasi
3.      Menjelaskan bahan pengajaran menjadi suatu unit-unit pelajaran yang kecil, masing-masing dibutuhkan untuk jangka waktu dua minggu dalam rangka pencapaian tujuan instriksional khusus (TIK)
4.      Mengembangkan prosedur koreksi dan umpan balik bagi setiap unit pelajaran.
5.      Menyusun tes diagnostik kemampuan belajar untuk memperoleh informasi bagi guru dan peserta didik tentang perubahan yang terjadi sebagai hasil pengajaran sebelumnya sesuai dengan unit pelajaran
6.      Mengembangakan suatu himpunan materi pengajaran alternatif (learning corrective) sebagai alat untuk mengoreksi hasil belajar, yang bersumber pada setiap pokok uji satuan tes.
7.      Setiap peserta didik harus menemukan kesulitan sendiri dalam mempelajari bahan pengajaran. Peserta didik harus bisa menemukan cara belajar alternatif mengenai bahan ajarnya sendiri.[4]

8.      Pelaksanaan Belajar Tuntas
            Adapun beberapa indikator pelaksanaan pembelajran tuntas, yakni:
a.        Metode pembelajaran
            Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Adapun langkah-langkahnya adalah: mengidentifikasi prasyarat (prerequisite), membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi, dan mengukur pencapaian kompetensi peserta didik. Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok. Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)
b.      Peran guru
            Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi atau objek belajar.Peran guru haruslah intensif dalam hal-hal berikut: Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya, Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD, Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi, Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik, Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif), Menggunakan teknik diagnostik dan Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan.
c.       Peran peserta didik
            Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “Guru dan yang akan dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik dan yang akan dikerjakannya”. Oleh karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta didik diberi kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan peserta didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.
d.      Evaluasi.
            Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai berapa seorang peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar. Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen atau soal.
            Dalam pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara baik, peserta didik dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah dan atau daerah.
            Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, maka dalam pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Sementara pembelajaran berbasis kompetensi mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Implikasi dari prinsip tersebut mengharuskan dilaksanakannya program-program remedial dan pengayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas.
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut:
1.      Pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test).
2.      Peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan.
3.      Pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).

Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu:
1. Mengidentifikasi pra-kondisi
2. Mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar
3. Implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi: (1) Corrective technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya dan (2) Memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).
            Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.

9.      Kelebihan dan Kelemahan Belajar Tuntas
a.      Kelebihan Belajar Tuntas
Metode belajar tuntas mengandung beberapa kebaikan, antara lain:
1.      Metode ini berjalan dengan pandangan psikologis belajar modern yang berpegang kepada prinsip perbedaan individual dan belajar kelompok.
2.      Metode ini memungkinkan belajar peserta didik jadi aktif, memberikan kesempatan peserta didik mengembangkan diri sendiri, memecahkan masalah dengan menentukan dan kerja sendiri.
3.       Guru dan peserta didik bekerja sama secara partisipatif dan persuasive, baik dalam proses belajar maupun dalam bimbingan peserta didik.
4.       Berorientasi kepada peningkatan produktivitas hasil belajar, peserta didik mengusai materi pelajaran dengan tuntas.
5.      Tidak mengenal peserta didik yang gagal belajar karena peserta didik ternyata mendapat hasil kurang memuaskan atau masih di bawah kriteria ketuntasan minimum.
6.      Penilaian yang dilakukan terhadap kemajuan belajar peserta didik secara objektif karena yang menilai guru dan rekan belajar.
7.       Pengajaran tuntas berdasarkan suatu perencanaan yang sistematis.
8.      Menyediakan waktu sesuai kebutuhan peserta didik sehingga dapat belajar lebih leluasa.
9.      Mengaktifkan guru sebagai suatu regu yang harus bekerja sama secara efektif sehingga kelangsungan belajar peserta didik jadi optimal.
10.  Belajar tuntas berusaha mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metode yang lainnya, yang berdasarkan kepada pendekatan kelas, kelompok dan individu.[5]
b.      Kelemahan Belajar Tuntas
Strategi pengajaran tuntas juga mengandung beberapa kelemahan, antara lain:
1.      Guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan belajar tuntas karena harus dibuat untuk jangka satu semester di samping penyusunan satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh.
2.       Strategi ini sulit dalam pelaksanaannya karena melibatkan berbagai kegiatan, yang berarti dituntut untuk memiliki beraneka ragam kemampuan.
3.       Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara lama akan mengalami hambatan untuk menyelenggarakan strategi ini yang relatif lebih sulit.
4.       Strategi ini sudah pasti harus memiliki fasilitas yang lengkap, dana dan waktu yang cukup luas.
5.       Diberlakukan sistem ujian (UAS dan UN) yang menutut penyelenggarakan program bidang studi pada waktu yang telah ditetapkan, persiapan menempuh ujian, menjadi salah satu penghambat pelaksanaan belajar tuntas.
6.      Untuk melaksanakan strategi ini yang mengacu kepada penguasaan materi belajar secara tuntas pada gilirannya menuntut guru mengusai materi lebih luas dan lebih lengkap.























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Model belajar tuntas pada mulanya diperkenalkan oleh Bloom dan Carroll (1963). Model ini tidak menerima perbedaan prestasi belajar diantara peserta didik. Caroll menyatakan bahwa sesungguhnya bakat merupakan ukuran mengenai waktu yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas pada jenjang tertentu dalam kondisi pengajaran yang diharapkan.
            Belajar tuntas (Mastery Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berdasar pada pandangan filosofis bahwa seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang tepat. Konsep belajar tuntas adalah proses belajar yang bertujuan agar bahan ajar dapat dikuasai secara tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh. Belajar tuntas ini merupakan metode pembelajaran yang diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok. Dengan sistem belajar tuntas diharapkan proses belajar mengajar dapat dilaksanakan, agar tujuan instruksional yang akan dicapai dapat diperoleh secara optimal sehingga proses belajar lebih efektif dan efisien.
            Dalam pembahasan tentang belajar tuntas meliputi faktor penunjang diantaranya: Ciri-ciri Belajar Tuntas (Mastery Learning), Prinsip-prinsip Pembelajaran Tuntas, Kebaikan Belajar Tuntas (Mastery Learning), Beberapa Kelemahan Ketuntasan Belajar (Mastery Learning), Perencanaan Belajar Tuntas (Mastery Learning).

B.     Saran
            Dalam menggunakan strategi belajar tuntas ini guru harus terlebih dahulu tau dan memahami sebenarnya seperti apa strategi belajar tuntas itu agar dalam pelaksanaannya tidak mengalami kesulitan. Strategi belajar tuntas harus disusun secara sistematis agar semua peserta didik dapat memperoleh hasil yang maksimal.  Dalam pembelajaran tuntas ini guru harus sabar apabila ada anak didiknya yang masih belum dapat menuasai materi yang dipelajarinya dan guru harus terus mengulangnya serta meminta bantuan kepada temannya untuk membantu anak tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. Startegi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005.
            Hamalik, Oemar. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA Menuju Profesionalitas Guru& Tenaga Pendidik. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009.
http://pgmionemode.blogspot.com/2012/05/penerapan-pembelajaran-tuntas-mastery.html
            Sardiman. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
            Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Logo Wacana Ilmu, 2001.
            Winkel, W.S. Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta: Media Abadi, 2004.



[1] Oemar Hamalik, Pendekatan baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA Menuju Profesionalitas Guru & Tenaga Pendidik (Bandung:  Sinar Baru Algensindo, 2009) 84.
[2] Wingkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi, 2004) 468.
[3] http://pgmionemode.blogspot.com/2012/05/penerapan-pembelajaran-tuntas-mastery.html
[4] Oemar Hamalik, Pendekatan baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA Menuju Profesionalitas Guru & Tenaga Pendidik, 88-89.
[5] Oemar Hamalik, Pendekatan baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA Menuju Profesionalitas Guru & Tenaga Pendidik, 86-87.