PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Salah satu di antara masalah besar yang ada dalam pendidikan
di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang
tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar, khususnya peserta didik Sekolah
Menengah Atas (SMA). Masalah lain yang ada adalah bahwa pendekatan dalam
pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered), yaitu guru lebih banyak menempatkan peserta
didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang
memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai mata pelajaran untuk
mengembangkan kemampuan berpikir holistik
(menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, dan belum memanfaatkan quantum
learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang
memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.
Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan
kita, umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai
materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak
menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah.
Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah.
Sesuai dengan cita-cita dari tujuan pendidikan nasional,
guru perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan
kemampuan internal peserta didik di dalam merancang strategi dan melaksanakan
pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan menerapkan
jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mampu
mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual.
Berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi
belajar, atau belum terwujudnya keterampilan proses dan pembelajaran yang
menekankan pada peran aktif peserta didik, inti persoalannya adalah pada
masalah “ketuntasan belajar” yakni pencapaian taraf penguasaan minimal yang
ditetapkan bagi setiap kompetensi secara perorangan. Masalah ketuntasan belajar
merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan peserta didik, terutama
mereka yang mengalami kesulitan belajar.
Maka dari itu diperlukan adanya pendekatan pembelajaran
tuntas, yaitu salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi
peserta didik mencapai penguasaan (mastery
level) terhadap kompetensi tertentu.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan belajar tuntas ?
2. Bagaimana
ciri-ciri belajar dengan prinsip belajar tuntas ?
3. Baagaimana
perencanaan belajar tuntas ?
4. Bagaimana
pelaksanaan belajar tuntas ?
5. Apa
saja kelebihan dan kelemahan belajar tutas ?
1.3
TUJUAN
PENULISAN
1. Agar
mengetahui pengertian belajar tuntas
2. Agar
mengetahui ciri-ciri belajar dengan prinsip belajar tuntas
3. Agar
dapat mengetahui bagaimana perencanaan belajar tuntas
4. Agar
dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan belajar tuntas
5. Untuk
dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan belajar tutas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar Tuntas (Mastery
Learning)
Model
belajar tuntas pada mulanya diperkenalkan oleh Bloom dan Carroll (1963). Model
ini tidak menerima perbedaan prestasi belajar diantara peserta didik. Caroll
menyatakan bahwa sesungguhnya bakat merupakan ukuran mengenai waktu yang
diperlukan untuk mempelajari suatu tugas pada jenjang tertentu dalam kondisi
pengajaran yang diharapkan.
Belajar tuntas (Mastery Learning)
adalah pendekatan pembelajaran berdasar pandangan filosofis bahwa seluruh
peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang tepat.
Konsep belajar tuntas adalah proses belajar yang bertujuan agar bahan ajaran
dikuasai secara tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh. Belajar
tuntas ini merupakan metode pembelajaran yang diindividualisasikan dengan
menggunakan pendekatan kelompok. Dengan sistem belajar tuntas diharapkan proses
belajar mengajar dapat dilaksanakan agar tujuan instruksional yang akan dicapai
dapat diperoleh secara optimal sehingga proses belajar lebih efektif dan
efisien.
Pengembangan
model pengajaran tuntas terutama dilandasi oleh pokok-pokok pikiran dalam
psikologi behavioristik yang menitiberatkan pada pembetukan tingkah laku dengan
menggunakan pola belajar individual sebagaimana halnya metode paket belajar
(sistem modul). Metode tersebut pada dasarnya merupakan realisasi dari konsep
pendidikan yang berdasarkan pada pendekatan kompetensi, yang mulai berkembang
di Amerika Serikat sekitar tahun enam puluhan. Saat ini pendekatan tersebut
mulai diterapkan pula dalam sistem pendidikan di Indonesia dengan beberapa
modifikasi tertentu.
Metode
belajar tuntas (mastery learning) adalah suatu metode pengajaran yang
diindvidualisasikan dengan menggunakan pendekatakan kelompok (group based
approach). Pendekatan ini memungkinkan peserta didik belajar bersama-sama
bedasarkan pembatasan bahan pelajaran yang harus dipelajarai oleh peserta
didik, sampai tingkat tertentu, penyediaan waktu belajar yang cukup dan
pemberian bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
Tingkat
penguasaan dalam belajar tergantung pada jumlah waktu yang digunakan,
dibandingkan dengan jumlah waktu yang disediakan. Misalnya: peserta didik bisa
fokus dalam belajar hanya 2 jam, tetapi waktu yang disediakan 3 jam, maka
tingkat keberhasilan hanya akan mencapai 67% dari target yang direncanakan.
Waktu yang disediakan untuk belajar, selain bergantung pada kecepatan belajar
peserta didik, juga ditentukan oleh kuantitas pengajaran dan kemapuan belajar
peserta didik untuk menangkap suatu uraian dalam bentuk lisan atau tulisan.
B.
Ciri-Ciri
Belajar dan Prinsip Belajar Tuntas
a. Ciri-Ciri Belajar
1. Peserta didik dapat belajar dengan baik dalam
kondisi pengajaran yang tepat sesuai dengan harapan pengajar.
2.
Bakat seorang peserta didik dalam bidang pengajaran dapat
diramalkan, baik tingkatannya maupun waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari
bahan tersebut. Bakat berfungsi sebagai indeks tingkatan belajar peserta didik
dan sebagai suatu ukuran satuan waktu.
3.
Tingkat hasil belajar bergantung pada waktu yang digunakan
secara nyata oleh peserta didik untuk mempelajari sesuatu, dibandingkan dengan
waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya.
4.
Tingkat belajar sama dengan ketentuan, kesempatan belajar,
bakat, kualitas pengajaran, dan kemampuan memahami pelajaran.
5.
Setiap peserta didik memperoleh kesempatan belajar yang
berdiferensiasi dan kualitas pengajaran yang berdiferensiasi pula.
6.
Jumlah waktu yang disediakan untuk mempelajari setiap
pelajaran adalah tetap dan pasti (fixed time), yaitu kurang lebih dua
minggu. Selain itu patut diperhatikan bahwa baik test formatif maupun sumatif,
tergolong yang dinamakan “Criterion Riferenced Test” atau menggunakan
“Penilaian Acuan Patokan”, yaitu norma keberhasilan bersifat pasti dan tetap.
Ini berarti, bahwa norma keberhasilan bukanlah taraf keberhasilan yang umumnya
dicapai oleh peserta didik dalam suatu kelas, misalnya skor rata-rata, seperti
yang terjadi bila digunakan tes yang tergolong “Norm Refenced Test” atau
diterapkan norma menurut “Penilaian Acuan Norma”. Standard keberhasilan
ditentukan sebelum peserta didik berada di dalam kelas; jadi, tidak ada
penyesuaian terhadap standard dan tidak ada pula apa yang disebut “kebijakan”.
7.
Dibedakan antara program belajar “perbaikan” dan program
belajar “pengayaan”; sekaligus dibedakan pula antara suatu tujuan instruksional
yang harus dicapai oleh sejumlah peserta didik, dan tujuan-tujuan instruksional
yang hanya perlu dicapai oleh sejumlah peserta didik yang ternyata bisa belajar
dengan lebih cepat.
Sistem belajar tuntas dapat
diterapkan, kalau semua tujuan instruksional khusus dapat ditentukan secara
tegas, dan materi pelajaran dapat dijabarkan dan dirangkai menurut sekuensi,
dari bagian pokok bahasan yang bersifat lebih sederhana, ke bagian pokok
bahasan yang bersifat komplek. Unit-unit pelajaran dirancang secara hierarkis,
tetapi pengertian “hierarki” menurut konsepsi Gagne (learing hierarcby).
Saat ini sejumlah ahli pendidikan menekankan bahwa pernyataan “kebanyakan
peserta didik, sampai 95% dari seluruh peserta didik dalam kelas, dapat
menguasai apa yang mereka harus kuasai”, tidak boleh diartikan sebagai: “semua
peserta didik dapat mempelajari apa saja”. Dalam suatu kelompok peserta didik
akan sangat heterogen dalam hal seperangkat kemampuan yang telah dimiliki,
dapat diharapkan berhasil. Sistem belajar tuntas akan efisien dan efektif,
kalau metode pengajaran ini disertai usaha untuk meningkatkan mutu pengajaran
yang meliputi semua komponen dari proses belajar mengajar, sebagaimana telah
diutarakan bahwa norma keberhasilan bukan dilihat dari taraf keberhasilan yang
umumnya dicapai oleh peserta didik dalam suatu kelas, misalnya skor rata-rata
terjadi bila digunakan tes yang tergolong “Norm Referenced Test” atau
yang diterapkan dalam norma menurut “Penilaian Acuan Norma”.
b. Prinsip Belajar Tuntas
Para
pengembang konsep belajar tuntas mendasarkan pengembangan pengajarannya pada
prinsip-prinsip :
1. Sebagian besar peserta didik dalam
situasi dan kondisi belajar yang normal dapat menguasai sebagian terbesar bahan
yang diajarkan.
2. Guru menyusun metode pengajaran tuntas mulai dengan
merumuskan tujuan-tujuan khusus yang hendak dikuasai oleh peserta didik.
3. Sesuai dengan tujuan-tujuan khusus tersebut
guru merinci bahan ajar menjadi satuan-satuan bahan ajaran yang kecil yang
mendukung pencapaian sekelompok tujuan tersebut.
4. Selain disediakan bahan ajaran untuk
kegiatan belajar utama, juga disusun bahan ajaran untuk kegiatan
perbaikan dan pengayaan. Konsep belajar tuntas sangat menekankan pentingnya
peranan umpan balik.
5. Penilaian hasil belajar
tidak menggunakan acuan norma,
tetapi menggunakan acuan patokan.
6. Konsep belajar tuntas juga
memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individual.
Prinsip
ini direalisasikan dengan memberikan keleluasaan waktu, yaitu peserta didik
yang pandai atau cepat belajar bisa maju lebih dahulu pada satuan pelajaran
berikutnya, sedangkan peserta didik yang lambat dapat menggunakan waktu lebih
banyak atau lama sampai menguasai secara tuntas bahan yang diberikan.
C. Perencanaan Belajar Tuntas
Perencanaan
dilakukan sebelum belajar tuntas dilaksanakan sebagai strategi Bloom Block.
Perencanaan program belajar tuntas berdasarkan asumsi bahwa sebagian besar
peserta didik dapat belajar dengan baik, dan guru mampu mengajar dengan baik.
Dengan demikian akan tercipta belajar mengajar yang efektif dan efisien.
Perencanaan belajar tuntas disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Merumuskan tujuan bidang pengajaran
2.
Mempersiapkan
alat evaluasi
3.
Menjelaskan bahan pengajaran menjadi suatu
unit-unit pelajaran yang kecil, masing-masing dibutuhkan untuk jangka waktu dua
minggu dalam rangka pencapaian tujuan instriksional khusus (TIK)
4.
Mengembangkan prosedur koreksi dan umpan balik
bagi setiap unit pelajaran.
5.
Menyusun tes diagnostik kemampuan belajar untuk
memperoleh informasi bagi guru dan peserta didik tentang perubahan yang terjadi
sebagai hasil pengajaran sebelumnya sesuai dengan unit pelajaran
6.
Mengembangakan suatu himpunan materi pengajaran
alternatif (learning corrective) sebagai alat untuk mengoreksi hasil
belajar, yang bersumber pada setiap pokok uji satuan tes.
7.
Setiap peserta didik harus menemukan kesulitan
sendiri dalam mempelajari bahan pengajaran. Peserta didik harus bisa menemukan
cara belajar alternatif mengenai bahan ajarnya sendiri.
8.
Pelaksanaan Belajar Tuntas
Adapun beberapa indikator pelaksanaan pembelajran tuntas, yakni:
a.
Metode pembelajaran
Strategi
pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti
meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal),
tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan
individual peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya
potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Adapun langkah-langkahnya
adalah: mengidentifikasi prasyarat (prerequisite), membuat tes untuk
mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi, dan mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik. Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam
pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman
atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil.
Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk
kelas atau kelompok. Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan
tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang,
pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis
komputer (Kindsvatter, 1996)
b.
Peran guru
Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru
dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang
digunakan mendekati model Personalized System of Instruction (PSI)
seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi antara
peserta didik dengan materi atau objek belajar.Peran guru haruslah intensif
dalam hal-hal berikut: Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam
satuan-satuan (unit-unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan
prasyaratnya, Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD, Menyajikan materi
pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi, Memonitor seluruh pekerjaan peserta
didik, Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi
(kognitif, psikomotor, dan afektif), Menggunakan teknik diagnostik dan
Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang
mengalami kesulitan.
c.
Peran peserta didik
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis
kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai
subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “Guru dan yang akan
dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik dan yang akan dikerjakannya”. Oleh
karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik lebih leluasa dalam
menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta didik diberi
kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan peserta
didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.
d.
Evaluasi.
Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan
penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi
dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam
hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah
peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai berapa seorang
peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar. Sistem penilaian
mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen atau soal.
Dalam pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator
sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes
diagnostik yang dirancang secara baik, peserta didik dimungkinkan dapat menilai
sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan
segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun
umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling
realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran,
sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk
setiap KD maupun pada setiap sekolah dan atau daerah.
Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama,
maka dalam pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta
didik yang sangat pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian
kompetensi. Sementara pembelajaran berbasis kompetensi mengharuskan pencapaian
ketuntasan dalam pencapaian kompetensi untuk seluruh kompetensi dasar secara
perorangan. Implikasi dari prinsip tersebut mengharuskan dilaksanakannya
program-program remedial dan pengayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari
penerapan sistem pembelajaran tuntas.
Strategi belajar
tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut:
1. Pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang
diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test).
2. Peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia
benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang
ditentukan.
3. Pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal
mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran
korektif).
Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu:
1. Mengidentifikasi pra-kondisi
2. Mengembangkan
prosedur operasional dan hasil belajar
3. Implementasi dalam pembelajaran
klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan
individual, yang meliputi: (1) Corrective technique yaitu semacam pengajaran
remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal
dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya
dan (2) Memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan
(sebelum menguasai bahan secara tuntas).
Di samping
implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak
diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai
hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun
software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses
belajar.
9.
Kelebihan dan Kelemahan Belajar Tuntas
a.
Kelebihan Belajar Tuntas
Metode
belajar tuntas mengandung beberapa kebaikan, antara lain:
1. Metode
ini berjalan dengan pandangan psikologis belajar modern yang berpegang kepada
prinsip perbedaan individual dan belajar kelompok.
2. Metode
ini memungkinkan belajar peserta didik jadi aktif, memberikan kesempatan
peserta didik mengembangkan diri sendiri, memecahkan masalah dengan menentukan
dan kerja sendiri.
3. Guru dan peserta didik bekerja sama secara partisipatif
dan persuasive, baik dalam proses belajar maupun dalam bimbingan peserta didik.
4. Berorientasi kepada peningkatan produktivitas
hasil belajar, peserta didik mengusai materi pelajaran dengan tuntas.
5. Tidak
mengenal peserta didik yang gagal belajar karena peserta didik ternyata
mendapat hasil kurang memuaskan atau masih di bawah kriteria ketuntasan
minimum.
6. Penilaian
yang dilakukan terhadap kemajuan belajar peserta didik secara objektif karena
yang menilai guru dan rekan belajar.
7. Pengajaran tuntas berdasarkan suatu perencanaan
yang sistematis.
8. Menyediakan
waktu sesuai kebutuhan peserta didik sehingga dapat belajar lebih leluasa.
9. Mengaktifkan
guru sebagai suatu regu yang harus bekerja sama secara efektif sehingga
kelangsungan belajar peserta didik jadi optimal.
10. Belajar
tuntas berusaha mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metode yang
lainnya, yang berdasarkan kepada pendekatan kelas, kelompok dan individu.
b.
Kelemahan Belajar Tuntas
Strategi
pengajaran tuntas juga mengandung beberapa kelemahan, antara lain:
1. Guru
umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan belajar tuntas
karena harus dibuat untuk jangka satu semester di samping penyusunan
satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh.
2. Strategi ini sulit dalam pelaksanaannya karena
melibatkan berbagai kegiatan, yang berarti dituntut untuk memiliki beraneka
ragam kemampuan.
3. Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara lama
akan mengalami hambatan untuk menyelenggarakan strategi ini yang relatif lebih
sulit.
4. Strategi ini sudah pasti harus memiliki
fasilitas yang lengkap, dana dan waktu yang cukup luas.
5. Diberlakukan sistem ujian (UAS dan UN) yang
menutut penyelenggarakan program bidang studi pada waktu yang telah ditetapkan,
persiapan menempuh ujian, menjadi salah satu penghambat pelaksanaan belajar
tuntas.
6. Untuk
melaksanakan strategi ini yang mengacu kepada penguasaan materi belajar secara
tuntas pada gilirannya menuntut guru mengusai materi lebih luas dan lebih
lengkap.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model
belajar tuntas pada mulanya diperkenalkan oleh Bloom dan Carroll (1963). Model
ini tidak menerima perbedaan prestasi belajar diantara peserta didik. Caroll
menyatakan bahwa sesungguhnya bakat merupakan ukuran mengenai waktu yang
diperlukan untuk mempelajari suatu tugas pada jenjang tertentu dalam kondisi
pengajaran yang diharapkan.
Belajar tuntas (Mastery Learning)
adalah pendekatan pembelajaran yang berdasar pada pandangan filosofis bahwa
seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang
tepat. Konsep belajar tuntas adalah proses belajar yang bertujuan agar bahan
ajar dapat dikuasai secara tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh.
Belajar tuntas ini merupakan metode pembelajaran yang diindividualisasikan
dengan menggunakan pendekatan kelompok. Dengan sistem belajar tuntas diharapkan
proses belajar mengajar dapat dilaksanakan, agar tujuan instruksional yang akan
dicapai dapat diperoleh secara optimal sehingga proses belajar lebih efektif
dan efisien.
Dalam
pembahasan tentang belajar tuntas meliputi faktor penunjang diantaranya:
Ciri-ciri Belajar Tuntas (Mastery Learning), Prinsip-prinsip Pembelajaran Tuntas, Kebaikan
Belajar Tuntas (Mastery Learning), Beberapa Kelemahan Ketuntasan Belajar (Mastery
Learning),
Perencanaan
Belajar Tuntas (Mastery Learning).
B. Saran
Dalam menggunakan strategi belajar tuntas ini guru harus terlebih dahulu
tau dan memahami sebenarnya seperti apa strategi belajar tuntas itu agar dalam
pelaksanaannya tidak mengalami kesulitan. Strategi belajar tuntas harus disusun
secara sistematis agar semua peserta didik dapat memperoleh hasil yang
maksimal. Dalam pembelajaran tuntas ini
guru harus sabar apabila ada anak didiknya yang masih belum dapat menuasai
materi yang dipelajarinya dan guru harus terus mengulangnya serta meminta
bantuan kepada temannya untuk membantu anak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Startegi Belajar Mengajar.
Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005.
Hamalik, Oemar. Pendekatan Baru Strategi Belajar
Mengajar Berdasarkan CBSA Menuju Profesionalitas Guru& Tenaga Pendidik.
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009.
http://pgmionemode.blogspot.com/2012/05/penerapan-pembelajaran-tuntas-mastery.html
Sardiman. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: PT.
Logo Wacana Ilmu, 2001.
Winkel, W.S. Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta:
Media Abadi, 2004.