KODE
ETIK PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (ABKIN)
SITI
AISYAH
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
BIMBINGAN KONSELING ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadiran Allah Yang Maha
Pengasih Lagi Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penyusunan Makalah Psikologi Konseling yang berjudul “ KODE
ETIK PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (ABKIN) “ ini dapat di selesaikan.
Makalah ini merupakan wujud dari gagasan perlunya referensi untuk mata kuliah.
Psikologi Konseling kemudian makalah ini diintergrasikan dengan
pemikiran-pemikiran dari ahli lain dan konsep-konsep yang baru berkembang.
Makalah ini mendapat banyak tambahan materi yang disesuaikan dengan
sistematiika pemikiran dari sisi prosedur.
Akhirnya,
Semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan para
pembaca, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan sehingga
terdapat kesempurnaan pada makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
arti dalam pengembangan pendidikan yang akan datang. Amin.
Medan, 20 April 2016
Siti Aisyah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang.......................................................................................... 1
b. Rumusan
Masalah..................................................................................... 1
c. Tujuan
Penulisan....................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Apa yang dimaksud dengan kode eti ....................................................... 2
2. Apa yang dimaksud dengan landasan legal
dalam kode etik .................. 3
3. Apa yang dimaksud dengan kualifikasi
dalam kode etik......................... 4
4. Apa yang dimaksud dengan kompetensi
dalam kode etik........................ 4
5. Bagaimana cara pelaksanaan kegiatan
professional kode etik.................. 5
6. Bagaimana cara pelaksanaan pelayanan
kode etik.................................... 6
7. Bagaimana cara pelaksanaan
penghargaan
dan keterbukaan kode etik....................................................................... 7
8.
Bagaimana
cara mengungkap kerahasiaan
dan berbagai informasi di dalam kode
etik .............................................. 7
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan.......................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kode etik adalah standar tingkah laku
profesional dalam sebuah pekerjaan profesional. Dalam melayani klien, seorang
konselor tidak boleh mengambil langkah atau tindakan yang sembarangan. Semua
konselor yang ada di Indonesia memiliki kode etik yang harus dipegang dalam
proses konseling. Kode etik ini sebagai landasan moral dan tingkah laku
profesional yang dijunjung tinggi oleh semua konselor. Konseling adalah salah
satu pekerjaan profesional yang salah satu ciri pekerjaan ini memiliki kode
etik. Setiap anggota profesional atau konselor itu harus mempelajari sekaligus
melakukan pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada kode etik. Dalam
konseling, seorang konselor harus memahami dan melakukan banyak sekali kode
etik yang sesuai dengan kode etik yang ditetapkan oleh Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (AKBIN).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan kode etik ?
2.
Apa yang dimaksud dengan landasan legal dalam kode etik ?
3.
Apa yang dimaksud dengan kualifikasi dalam kode etik?
4.
Apa yang dimaksud dengan kompetensi dalam kode etik?
5.
Bagaimana cara pelaksanaan kegiatan professional kode etik?
6.
Bagaimana cara pelaksanaan pelayanan kode etik?
7.
Bagaimana cara pelaksanaan penghargaan dan keterbukaan kode
etik?
8.
Bagaimana cara mengungkap kerahasiaan dan
informasi di dalam kode etik ?
C.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan
dari penulisan makalah ini yaitu agar para pembaca dapat mengetahui apa yang
dimaksud dengan kode etik bimbingan konseling Indonesia ABKIN (Asosiasi
Bimbingan Konseling Indonesia) serta dengan manfaatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI KODE ETIK
Kode etik adalah suatu sistem nilai dan moral
yang merupakan aturan tentang apa yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan
atau ditugaskan dalam bentuk ucapan atau tindakan dan perilaku
oleh seseorang atau kelompok orang dalam rangkaian budaya tertentu.
Etika
organisasi profesi bimbingan dan konseling adalah kaidah-kaidah nilai dan moral
yang menjadi rujukan bagi anggota organisasi dalam melaksanakan tugas atau
tanggung jawabnya dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling kepada
klien.
Kode
etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang
dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota organisasi profesi
bimbingan dan konseling Indonesia yaitu ABKIN (Asosiasi
Bimbingan Konseling Indonesia), oleh karena itu wajib dipatuhi dan diamalkan oleh seluruh
jajaran pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional, provinsi, kabupaten
atau kota.[1]
Kode etik profesi dinyatakan dalam bentuk seperangkat standar, peraturan,
dan atau pedoman yang mengatur dan mengarahkan ucapan, tindakan dan atau
perilaku konselor sebagai pemegang kode etik yang bekerja pada berbagai sektor
dalam interaksi mereka dengan mitra kerja dan sasaran layanan atau klien serta
anggota masyarakat pada umumnya.
Setiap pekerjaan profesional pada
dasarnya memiliki kode etik ini. Setiap anggota profesional itu harus
mempelajari sekaligus melakukan pekerjaannya sesuai dengan ketentuan yang ada
pada kode etik. Pelanggaran terhadap kode etik adalah suatu yang tidak
diharapkan, dan karena itu pelanggaran terhadap kode etik itu disebut tindakan
malpraktik.
Kode etik itu
secara umum berisi sejumlah pasal-pasal yang berkenaan dengan bagaimana seorang
petugas profesional bekerja. Namun untuk mempermudah memahami kode etik itu,
Redilick dan Pope (Moursund, 1990) mengemukakan ada tujuh pokok yang diuraikan
di dalamnya, yaitu:
1.
Pekerjaan itu di atas segalanya dan
tidak merugikan orang lain.
2.
Praktik profesi itu hanya dilakukan
atas dasar kompetensi.
3.
Tidak melakukan eksploitasi.
4.
Memperlakukan seseorang dengan respek untuk
martabatnya sebagai manusia.
5.
Melindungi hal yang konfidensial.
6.
Tindakan, kecuali dalam keadaan yang
sangat ekstrem, dilakukan hanya setelah mendapatkan izin.
B.
LANDASAN LEGAL
Di samping
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga ABKIN, landasan legal kode etik
organisasi profesi bimbingan dan konseling Indonesia adalah:
1. Pancasila, UUD 1945 NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika
2. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Pasal 28 ayat 1, 2, 3 tentang Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan).
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 tentang Guru.
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
7. Dasar Standarisasi Profesi Konseling (DSPK) yang disusun dan diberlakukan
oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mulai Tahun 2003/2004.
8. Panduan Pengembangan Diri yang disusun dan diberlakukan oleh Pusat
Kurikulum Badan Pengembangan dan Penelitian Pendidikan sejak tahun 2006
C. KUALIFIKASI
Kualifikasi
konselor adalah anggota ABKIN yang minimal Sarjana Pendidikan (S1) dalam bidang
bimbingan dan konseling dan tamatan Pendidikan Profesi Konselor (PKK). Dan
seorang konselor harus memiliki
(1) nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan dalam bidang profesi konseling, dan (2) pengakuan
atas kewenangannya sebagai konselor.
D. KOMPETENSI
Sosok utuh kompetensi konselor terdiri atas dua komponen yang
berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu
kompetensi akademik dan kompetensi profesional. Kompetensi tersebut dijabarkan seperti tertera pada gambar
berikut.
1. Memahami Secara Mendalam Konseli yang Hendak Dilayani
a)
Menghargai dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan
konseli dalam konteks kemaslahatan umum
b)
Mengaplikasikan perkembangan fisiologis
dan psikologis serta perilaku konseli
2. Menguasai Landasan Teoretik Bimbingan dan Konseling
a)
Menguasai teori dan praksis
pendidikan
b)
Menguasai esensi pelayanan bimbingan
dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang, satuan pendidikan
c)
Menguasai konsep dan praksis
penelitian dalam bimbingan dan konseling
d)
Menguasai kerangka teoretik dan praksis
bimbingan dan konseling
3. Menyelenggarakan Bimbingan dan Konselingyang Memandirikan
a) Merancang program Bimbingan dan Konseling
b) Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang komprehensip
c) Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.
d) Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan
masalah konseli
4. Mengembangkan Pribadi dan Profesionalitas Secara Berkelanjutan
a) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b) Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
c) Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
d) Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja
e) Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling
E. KEGIATAN PROFESIONAL
1. Informasi,
Testing dan Riset
a) Penyimpanan
dan Penggunaan Informasi
1. Catatan tentang diri konseli seperti: wawancara, testing, surat-menyurat,
rekaman dan data lain merupakan informasi yg bersifat rahasia dan hanya boleh
dipergunakan untuk kepentingan konseli.
2. Penggunaan data/informasi dimungkinkan untuk keperluan riset atau
pendidikan calon konselor sepanjang identitas konseling dirahasiakan.
3. Penyampaian informasi tentang konseli kepada keluarganya atau anggota
profesi lain membutuhkan persetujuan konseli.
b) Testing
Suatu
jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan
menafsirkan hasilnya.
1. Testing dilakukan bila diperlukan data
yang lebih luas tentang sifat, atau ciri kepribadian subyek untuk kepentingan
pelayanan
2. Konselor wajib memberikan orientasi yg tepat pada konseli dan orang tua
mengenai alasan digunakannya tes, arti dan kegunaannya.
3. Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku
bagi tes tersebut
4. Data hasil testing wajib diintegrasikan
dengan informasi lain baik dari konselimaupun sumber lain
5. Hasil testing hanya dapat diberitahukan
pada pihak lain sejauh ada hubungannya dgn usaha bantuan kepada
konseli
c) Riset
1. Dalam mempergunakan riset terhadap manusia, wajib dihindari hal yang
merugikan subyek
2.
Dalam melaporkan hasil riset, identitas
konseli sebagai subyek wajib dijaga kerahasiannya.
F.
PELAKSANAAN PELAYANAN
A.
Hubungan dalam Pemberian Pelayanan
1.
Konselor wajib menangani konseliselama
ada kesempatan dlm hubungan antara konselidgn konselor.
2.
Konseli sepenuhnya berhak mengakhiri
hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil
konkrit
3.
Sebaliknya Konselor tidak akan
melanjutkan hubungan bila konselitidak memperoleh manfaat dari hubungan
tersebut.
B.
Hubungan dengan Konseli
1. Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan
konseli.
2. Konselor wajib menempatkan kepentingan konselinya diatas kepentingan
pribadinya.
3. Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku,
bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu.
4. Konselor tidak diperkenankan memaksa seseorang untuk memberi bantuan
pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
5. Konselor wajib memberi pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan
darurat atau banyak orang menghendakinya.
6. Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki
konseli.
7. Konselor wajib menjelaskan kepada konseli sifat hubungan yang sedang dibina
dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional.
8. Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap konseli.
G.
PENGHARGAAN DAN KETERBUKAAN
1. Penghargaan Terhadap Sasaran Layanan
a. Konselor mampu menghargai
seorang klien sesuai dengan harkat dan martabat kemnusiannya.
b. Konselor harus mampu
menyadari dan menghargai klien sebai individu dengan hak pribadi dan kondisi mutikultural.
c. Konselor harus mampu
memahami dan memposisikan seorang klien sebagai subjek dan berpotensi untuk
mampu mencapai solusi atas permasalahan yang dialaminya.
2. Kebenaran dan Keterbukaan
a. Konselor
wajib menangani klien selama ada kesempatan dalam hubungan antara klien degan
konselor.
b. Dalam
pembahasan dan pencarian solusi atas permasalahan klien, konselor mendorong
klien untuk objektif dan terbuka sehingga segala sesuatunya dapat dibahas dan
dilayani secara tuntas.
c. Dalam
menangani permasalahan klien, konselor harus bertindak secara objektif, konkret
dan menghindari sesuatu yang tidak jelas.
H.
KERAHASIAAN
DAN BERBAGAI INFORMASI
Konselor menyadari bahwa kepercayaan
merupakan hal yang paling utama dalam hubungan konseling. Konselor berusaha
mendapatkan kepercayaan konseli melalui hubungan konseling, menciptakan batasan
dan keleluasan yang sepatutnya, hingga menjaga kerahasiaan. Konselor
mengkomunikasikan tolok ukur kerahasiaan dengan cara yang baik dan bisa
diterima oleh konseli.
A.
Menghargai Hak-Hak Konseli
1. Kesadaran konselor akan
keberagaman atau hal yang bersifat multikultural.
2. Menghargai hal-hal yang bersifat
pribadi menyangkut kehidupan konseli.
3. Menghargai kerahasiaan informasi
mengenai konseli. Dalam hal ini konselor hanya berbagi informasi seizin konseli
atau berdasarkan pertimbangan etis dan hukum.
4. Menjelaskan berbagai keterbatasan
kerahasiaan ataupun situasi-situasi tertentu yang menyebabkan kerahasiaan harus
dibuka. Hal ini bisa dilakukan pada tahap pengenalan dalam proses konseling.
B.
Berbagi Informasi Dengan Pihak Lain
1. Pegawai Lembaga, dalam hal ini konselor
harus memastikan keamanan dan kerahasian informasi mengenai data-data konseli
yang diurus oleh pegawai lembaga, termasuk pegawai, mahasiwa, asisten dan
tenaga sukarela.
2. Team Konselor, jika penanganan konseli
melibatkan sejumlah konselor dengan peranannya masing-masing, maka konseli
terlebih dahulu diberitahukan mengenai hal tersebut dan informasi-informasi apa
saja mengenai dirinya yang akan dibagi dalam tim tersebut.
3. Pihak ketiga yang membiayai, konselor
akan membagi informasi kepada pihak ketiga mengenai konseli jika konseli
membuat perjanjian dengan pihak yang memiliki otoritas.
4. Memindahkan informasi rahasia, konselor
memperhatikan dan memastikan keamanan pemindahan data-data rahasia dengan
komputer melalui surat elektronik, mesin fax, telepon, dan perlengkapan
teknologi komputer lainnya.
C.
Rekaman Data Konseling
1. Kerahasiaan rekaman, terkait dengan
proses dan tempat penyimpanan hingga orang-orang yang memiliki wewenang untuk
rekaman tersebut.
2. Izin untuk merekam, konselor meminta
izin kepada konseli untuk merekam proses konseling dalam bentuk elektronik
maupun bentuk lain.
3. Izin untuk observasi, konselor meminta
izin dari konseli dalam rangka observasi sesi konseling dalam lingkungan
pelatihan, seperti meninjau hasil transkrip bersama peninjau dan fakultas.
4. Rekaman bagi Konseli, konselor hanya
memberikan salinan rekaman kepada konseli yang memang memerlukan. Konselor
membatasi pemberian salinan rekaman atau sebagian salinan kepada konseli hanya
jika isi rekaman tersebut akan mengganggu atau menyakiti perasaan konseli.
5. Dalam situasi konseling yang melibatkan
banyak konseli, maka konselor hanya memberikan salinan rekaman data yang
menyangkut konseli yang memintanya dan tidak menyertakan salinan data yang
menyangkut konseli lain.
6. Bantuan dengan rekaman data, konselor
memberikan bantuan kepada konseli dengan cara memberikan konsultasi dalam
memaknai rekaman data.
7. Membuka atau memindahkan rekaman,
konselor meminta persetujuan tertulis dari konseli untuk membuka atau
memindahkan rekaman data kepada pihak ketiga yang memiliki wewenang.
8. Penyimpanan dan pemutihan rekaman
setelah konseling berakhir, jika konselor mengatur penyimpanan rekaman-rekaman
data konseling dengan mengikuti tahapan pengakhiran agar memudahkan proses
membuka data tersebut di masa yang akan datang ataupun jika rekaman tersebut
akan dimusnahkan. Konselor memelihara data rekaman konseli dengan tetap menjaga
kerahasiaannya.
D.
Penelitian dan Pelatihan
1. Persetujuan institusi atau lembaga,
jika konselor akan menggunakan informasi-informasi mengenai konseli sebagai
bagian dari perencanaan penelitian, maka konselor harus terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan dari institusi atau lembaga tempat konselor bekerja.
2. Informasi rahasia yang diperlukan dalam
penelitian, konselor menjaga kerahasiaan setiap rekaman data konseli dengan sebaik-baiknya
jika penelitian yang akan dilakukan melibatkan banyak pihak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a. Kode Etik
Kode etik adalah suatu sistem nilai dan moral
yang merupakan aturan tentang apa yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan atau ditugaskan dalam
bentuk ucapan atau tindakan dan perilaku oleh seseorang atau kelompok orang
dalam rangkaian budaya tertentu. Kode etik ini merupakan sebuah
tanggung jawab konselor untuk dipatuhi, dijunjung tinggi, diamankan dan
diamalkan agar tidak menjadi pelanggaran dalam sebuah proses konseling.
b. Landasan Legal
Di samping
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga ABKIN, landasan legal kode etik
organisasi profesi bimbingan dan konseling Indonesia adalah:
1. Pancasila, UUD 1945 NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika
2. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Pasal 28 ayat 1, 2, 3 tentang Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan).
c. Kualifikasi
Kualifikasi
konselor adalah anggota ABKIN yang minimal Sarjana Pendidikan (S1) dalam bidang
bimbingan dan konseling dan tamatan Pendidikan Profesi Konselor (PKK).
d. Kompetensi
Sosok utuh
kompetensi konselor terdiri atas dua komponen yang berbeda namun
terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi
akademik dan kompetensi profesional.
e. Pelaksanaan Kegiatan Professional
1.
Informasi, Testing dan
Riset
a. Penyimpanan
dan Penggunaan Informasi
b. Testing
c. Riset
f. Pelaksanaan Pelayanan
A. Hubungan dalam Pemberian Pelayanan
B. Hubungan
dengan Konseli
g. Pelaksanaan Pengharapan dan Keterbukaan
1. Penghargaan Terhadap Sasaran
Layanan
2. Kebenaran dan Keterbukaan
h. Mengungkap Kerahasiaan dan Berbagai Informasi
Konselor menyadari bahwa kepercayaan
merupakan hal yang paling utama dalam hubungan konseling.
1. Menghargai
Hak-Hak Konseli
2. Berbagi
Informasi Dengan Pihak Lain
3. Rekaman Data
Konseling
4. Penelitian
dan Pelatihan
DAFTAR PUSTAKA
Saam Zulfan . 2013. Psikologi Konseling. Jakarta: RAJAWALI
PERS.
Latipun. 2011. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.
Surya, Muhamad. 2003. Psikologi Konseling. Bandung : Pustaka
Bani Quraisy.
[1] Prof. Dr. Zulfan Saam,
M.S., Psikologi Konseling, (Jakarta:
RAJAWALI PERS, 2013), hlm 153
[3] Surya, Muhamad. Psikologi Konseling. (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2003). Hal. 135-137