Kamis, 21 April 2016

Makalah Psikologi Konseling


KODE ETIK PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (ABKIN)














 




















  
SITI AISYAH




FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

BIMBINGAN KONSELING ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2016





KATA PENGANTAR
   



            Puji syukur saya ucapkan atas kehadiran Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Makalah Psikologi Konseling yang berjudul KODE ETIK PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (ABKIN)   ini dapat di selesaikan. Makalah ini merupakan wujud dari gagasan perlunya referensi untuk mata kuliah. Psikologi Konseling kemudian makalah ini diintergrasikan dengan pemikiran-pemikiran dari ahli lain dan konsep-konsep yang baru berkembang. Makalah ini mendapat banyak tambahan materi yang disesuaikan dengan sistematiika pemikiran dari sisi prosedur.
Akhirnya, Semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan para pembaca, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan sehingga terdapat kesempurnaan pada makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan arti dalam pengembangan pendidikan yang akan datang. Amin.


                                                                                Medan, 20 April 2016



                                                                                   
                                                                                          Siti Aisyah





















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

 BAB I
PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang.......................................................................................... 1
b.      Rumusan Masalah..................................................................................... 1
c.       Tujuan Penulisan....................................................................................... 1

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Apa yang dimaksud dengan kode eti ....................................................... 2
2.      Apa yang dimaksud dengan landasan legal dalam kode etik .................. 3
3.      Apa yang dimaksud dengan kualifikasi dalam kode etik......................... 4
4.      Apa yang dimaksud dengan kompetensi dalam kode etik........................ 4
5.      Bagaimana cara pelaksanaan kegiatan professional kode etik.................. 5
6.      Bagaimana cara pelaksanaan pelayanan kode etik.................................... 6
7.      Bagaimana cara pelaksanaan penghargaan
 dan keterbukaan kode etik....................................................................... 7
8.      Bagaimana cara mengungkap kerahasiaan
dan berbagai informasi di dalam kode etik .............................................. 7

BAB III
PENUTUP

a.       Kesimpulan.......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
            Kode etik adalah standar tingkah laku profesional dalam sebuah pekerjaan profesional. Dalam melayani klien, seorang konselor tidak boleh mengambil langkah atau tindakan yang sembarangan. Semua konselor yang ada di Indonesia memiliki kode etik yang harus dipegang dalam proses konseling. Kode etik ini sebagai landasan moral dan tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi oleh semua konselor. Konseling adalah salah satu pekerjaan profesional yang salah satu ciri pekerjaan ini memiliki kode etik. Setiap anggota profesional atau konselor itu harus mempelajari sekaligus melakukan pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada kode etik. Dalam konseling, seorang konselor harus memahami dan melakukan banyak sekali kode etik yang sesuai dengan kode etik yang ditetapkan oleh Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (AKBIN).

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kode etik ?
2.      Apa yang dimaksud dengan landasan legal dalam kode etik ?
3.      Apa yang dimaksud dengan kualifikasi dalam kode etik?
4.      Apa yang dimaksud dengan kompetensi dalam kode etik?
5.      Bagaimana cara pelaksanaan kegiatan professional kode etik?
6.      Bagaimana cara pelaksanaan pelayanan kode etik?
7.      Bagaimana cara pelaksanaan penghargaan dan keterbukaan kode etik?
8.      Bagaimana cara mengungkap kerahasiaan dan
informasi di dalam kode etik ?

C.    TUJUAN PENULISAN
            Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu agar para pembaca dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan kode etik bimbingan konseling Indonesia ABKIN (Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia) serta dengan manfaatnya.

BAB II
PEMBAHASAN


A.    DEFINISI KODE ETIK
            Kode etik adalah suatu sistem nilai dan moral yang merupakan aturan tentang apa yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan atau ditugaskan dalam bentuk ucapan atau tindakan dan perilaku oleh seseorang atau kelompok orang dalam rangkaian budaya tertentu.
Etika organisasi profesi bimbingan dan konseling adalah kaidah-kaidah nilai dan moral yang menjadi rujukan bagi anggota organisasi dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling kepada klien.

            Kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota organisasi profesi bimbingan dan konseling Indonesia yaitu ABKIN (Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia), oleh karena itu wajib dipatuhi dan diamalkan oleh seluruh jajaran pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional, provinsi, kabupaten atau kota.[1]
            Kode etik profesi dinyatakan dalam bentuk seperangkat standar, peraturan, dan atau pedoman yang mengatur dan mengarahkan ucapan, tindakan dan atau perilaku konselor sebagai pemegang kode etik yang bekerja pada berbagai sektor dalam interaksi mereka dengan mitra kerja dan sasaran layanan atau klien serta anggota masyarakat pada umumnya.
            Setiap pekerjaan profesional pada dasarnya memiliki kode etik ini. Setiap anggota profesional itu harus mempelajari sekaligus melakukan pekerjaannya sesuai dengan ketentuan yang ada pada kode etik. Pelanggaran terhadap kode etik adalah suatu yang tidak diharapkan, dan karena itu pelanggaran terhadap kode etik itu disebut tindakan malpraktik.
            Kode etik itu secara umum berisi sejumlah pasal-pasal yang berkenaan dengan bagaimana seorang petugas profesional bekerja. Namun untuk mempermudah memahami kode etik itu, Redilick dan Pope (Moursund, 1990) mengemukakan ada tujuh pokok yang diuraikan di dalamnya, yaitu:
1.      Pekerjaan itu di atas segalanya dan tidak merugikan orang lain.
2.      Praktik profesi itu hanya dilakukan atas dasar kompetensi.
3.      Tidak melakukan eksploitasi.
4.       Memperlakukan seseorang dengan respek untuk martabatnya sebagai manusia.
5.      Melindungi hal yang konfidensial.
6.      Tindakan, kecuali dalam keadaan yang sangat ekstrem, dilakukan hanya setelah mendapatkan izin.
7.      Praktik profesi bekerja dalam lingkup sosial dan keadilan. [2]

B.     LANDASAN LEGAL
            Di samping anggaran dasar dan anggaran rumah tangga ABKIN, landasan legal kode etik organisasi profesi bimbingan dan konseling Indonesia adalah:
1.      Pancasila, UUD 1945 NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika
2.      UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Pasal 28 ayat 1, 2, 3 tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan).
4.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 tentang Guru.
5.      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
6.      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
7.      Dasar Standarisasi Profesi Konseling (DSPK) yang disusun dan diberlakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mulai Tahun 2003/2004.
8.      Panduan Pengembangan Diri yang disusun dan diberlakukan oleh Pusat Kurikulum Badan Pengembangan dan Penelitian Pendidikan sejak tahun 2006

C.    KUALIFIKASI
            Kualifikasi konselor adalah anggota ABKIN yang minimal Sarjana Pendidikan (S1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan tamatan Pendidikan Profesi Konselor (PKK). Dan seorang konselor harus memiliki (1) nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan dalam bidang profesi konseling, dan (2) pengakuan atas kewenangannya sebagai konselor.
D.    KOMPETENSI
            Sosok utuh kompetensi konselor  terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional. Kompetensi tersebut dijabarkan seperti tertera pada gambar berikut. 
1.      Memahami Secara Mendalam Konseli yang Hendak Dilayani
a)      Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan  umum
b)       Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku  konseli
2.      Menguasai Landasan Teoretik Bimbingan dan Konseling
a)      Menguasai teori dan praksis pendidikan
b)      Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang, satuan pendidikan
c)       Menguasai konsep dan praksis penelitian  dalam bimbingan dan konseling
d)      Menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling
3.      Menyelenggarakan Bimbingan dan Konselingyang Memandirikan
a)      Merancang program Bimbingan dan Konseling
b)       Mengimplementasikan program  Bimbingan dan Konseling yang komprehensip
c)       Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.
d)      Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli
4.      Mengembangkan Pribadi dan Profesionalitas Secara Berkelanjutan
a)      Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b)      Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
c)      Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
d)     Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja
e)      Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling
f)       Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi [3]

E.     KEGIATAN PROFESIONAL
1.      Informasi, Testing dan Riset    
a)      Penyimpanan dan Penggunaan Informasi
1.      Catatan tentang diri konseli seperti: wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman dan data lain merupakan informasi yg bersifat rahasia dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan konseli.
2.      Penggunaan data/informasi dimungkinkan untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor sepanjang identitas konseling dirahasiakan.
3.      Penyampaian informasi tentang konseli kepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan persetujuan konseli.
b)      Testing 
            Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
1.      Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat, atau ciri kepribadian subyek untuk kepentingan pelayanan
2.      Konselor wajib memberikan orientasi yg tepat pada konseli dan orang tua mengenai alasan digunakannya tes, arti dan kegunaannya.
3.      Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku bagi tes tersebut
4.      Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain baik dari konselimaupun sumber lain
5.       Hasil testing hanya dapat diberitahukan pada pihak lain sejauh ada hubungannya dgn usaha bantuan kepada konseli  
c)        Riset
1.      Dalam mempergunakan riset terhadap manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subyek
2.       Dalam melaporkan hasil riset, identitas konseli sebagai subyek wajib dijaga kerahasiannya. 

F.     PELAKSANAAN PELAYANAN
A.    Hubungan dalam Pemberian Pelayanan
1.      Konselor wajib menangani konseliselama ada kesempatan dlm hubungan antara konselidgn konselor.
2.      Konseli sepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil konkrit
3.      Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila konselitidak memperoleh manfaat dari hubungan tersebut.  
B.     Hubungan dengan Konseli
1.      Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan konseli.
2.      Konselor wajib menempatkan kepentingan konselinya diatas kepentingan pribadinya.
3.      Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu.
4.      Konselor  tidak diperkenankan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
5.      Konselor wajib memberi pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya.
6.      Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki konseli.
7.      Konselor wajib menjelaskan kepada konseli sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional.
8.      Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap konseli.

G.    PENGHARGAAN DAN KETERBUKAAN
1.      Penghargaan Terhadap Sasaran Layanan
a.       Konselor mampu menghargai seorang klien sesuai dengan harkat dan martabat kemnusiannya.
b.      Konselor harus mampu menyadari dan menghargai klien sebai individu dengan hak pribadi dan kondisi mutikultural.
c.       Konselor harus mampu memahami dan memposisikan seorang klien sebagai subjek dan berpotensi untuk mampu mencapai solusi atas permasalahan yang dialaminya.
2.      Kebenaran dan Keterbukaan
a.       Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan dalam hubungan antara klien degan konselor.
b.      Dalam pembahasan dan pencarian solusi atas permasalahan klien, konselor mendorong klien untuk objektif dan terbuka sehingga segala sesuatunya dapat dibahas dan dilayani secara tuntas.
c.       Dalam menangani permasalahan klien, konselor harus bertindak secara objektif, konkret dan menghindari sesuatu yang tidak jelas.


H.    KERAHASIAAN DAN BERBAGAI INFORMASI
            Konselor menyadari bahwa kepercayaan merupakan hal yang paling utama dalam hubungan konseling. Konselor berusaha mendapatkan kepercayaan konseli melalui hubungan konseling, menciptakan batasan dan keleluasan yang sepatutnya, hingga menjaga kerahasiaan. Konselor mengkomunikasikan tolok ukur kerahasiaan dengan cara yang baik dan bisa diterima oleh konseli.

A.    Menghargai Hak-Hak Konseli
1.      Kesadaran konselor akan keberagaman  atau hal yang bersifat multikultural.
2.      Menghargai hal-hal yang bersifat pribadi menyangkut kehidupan konseli.
3.      Menghargai kerahasiaan informasi mengenai konseli. Dalam hal ini konselor hanya berbagi informasi seizin konseli atau berdasarkan pertimbangan etis dan hukum.
4.      Menjelaskan berbagai keterbatasan kerahasiaan ataupun situasi-situasi tertentu yang menyebabkan kerahasiaan harus dibuka. Hal ini bisa dilakukan pada tahap pengenalan dalam proses konseling.

B.     Berbagi Informasi Dengan Pihak Lain
1.      Pegawai Lembaga, dalam hal ini konselor harus memastikan keamanan dan kerahasian informasi mengenai data-data konseli yang diurus oleh pegawai lembaga, termasuk pegawai, mahasiwa, asisten dan tenaga sukarela.
2.      Team Konselor, jika penanganan konseli melibatkan sejumlah konselor dengan peranannya masing-masing, maka konseli terlebih dahulu diberitahukan mengenai hal tersebut dan informasi-informasi apa saja mengenai dirinya yang akan dibagi dalam tim tersebut.
3.      Pihak ketiga yang membiayai, konselor akan membagi informasi kepada pihak ketiga mengenai konseli jika konseli membuat perjanjian dengan pihak yang memiliki otoritas.
4.      Memindahkan informasi rahasia, konselor memperhatikan dan memastikan keamanan pemindahan data-data rahasia dengan  komputer melalui surat elektronik, mesin fax, telepon, dan perlengkapan teknologi komputer lainnya.

C.    Rekaman Data Konseling
1.      Kerahasiaan rekaman, terkait dengan proses dan tempat penyimpanan hingga orang-orang yang memiliki wewenang untuk rekaman tersebut.
2.      Izin untuk merekam, konselor meminta izin kepada konseli untuk merekam proses konseling dalam bentuk elektronik maupun bentuk lain.
3.      Izin untuk observasi, konselor meminta izin dari konseli dalam rangka observasi sesi konseling dalam lingkungan pelatihan, seperti meninjau hasil transkrip bersama peninjau dan fakultas.
4.      Rekaman bagi Konseli, konselor hanya memberikan salinan rekaman kepada konseli yang memang memerlukan. Konselor membatasi pemberian salinan rekaman atau sebagian salinan kepada konseli hanya jika isi rekaman tersebut akan mengganggu atau menyakiti perasaan konseli.
5.      Dalam situasi konseling yang melibatkan banyak konseli, maka konselor hanya memberikan salinan rekaman data yang menyangkut konseli yang memintanya dan tidak menyertakan salinan data yang menyangkut konseli lain.
6.      Bantuan dengan rekaman data, konselor memberikan bantuan kepada konseli dengan cara memberikan konsultasi dalam memaknai rekaman data.
7.      Membuka atau memindahkan rekaman, konselor meminta persetujuan tertulis  dari konseli untuk membuka atau memindahkan rekaman data kepada pihak ketiga yang memiliki wewenang.
8.      Penyimpanan dan pemutihan rekaman setelah konseling berakhir, jika konselor mengatur penyimpanan rekaman-rekaman data konseling dengan mengikuti tahapan pengakhiran agar memudahkan proses membuka data tersebut di masa yang akan datang ataupun jika rekaman tersebut akan dimusnahkan. Konselor memelihara data rekaman konseli dengan tetap menjaga kerahasiaannya.

D.    Penelitian dan Pelatihan
1.      Persetujuan institusi atau lembaga, jika konselor akan menggunakan informasi-informasi mengenai konseli sebagai bagian dari perencanaan penelitian, maka konselor harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari institusi atau lembaga tempat konselor bekerja.
2.      Informasi rahasia yang diperlukan dalam penelitian, konselor menjaga kerahasiaan setiap rekaman data konseli dengan sebaik-baiknya jika penelitian yang akan dilakukan melibatkan banyak pihak.



 


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

a.       Kode Etik
            Kode etik adalah suatu sistem nilai dan moral yang merupakan aturan tentang apa yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan atau ditugaskan dalam bentuk ucapan atau tindakan dan perilaku oleh seseorang atau kelompok orang dalam rangkaian budaya tertentu. Kode etik ini merupakan sebuah tanggung jawab konselor untuk dipatuhi, dijunjung tinggi, diamankan dan diamalkan agar tidak menjadi pelanggaran dalam sebuah proses konseling.
b.      Landasan Legal
            Di samping anggaran dasar dan anggaran rumah tangga ABKIN, landasan legal kode etik organisasi profesi bimbingan dan konseling Indonesia adalah:
1.      Pancasila, UUD 1945 NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika
2.      UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Pasal 28 ayat 1, 2, 3 tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan).
c.       Kualifikasi
            Kualifikasi konselor adalah anggota ABKIN yang minimal Sarjana Pendidikan (S1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan tamatan Pendidikan Profesi Konselor (PKK).
d.      Kompetensi
            Sosok utuh kompetensi konselor  terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional.


e.       Pelaksanaan Kegiatan Professional
1.      Informasi, Testing dan Riset    
a.       Penyimpanan dan Penggunaan Informasi
b.      Testing 
c.       Riset
f.       Pelaksanaan Pelayanan
A.    Hubungan dalam Pemberian Pelayanan
B.     Hubungan dengan Konseli
g.      Pelaksanaan Pengharapan dan Keterbukaan
1.      Penghargaan Terhadap Sasaran Layanan
2.      Kebenaran dan Keterbukaan
h.      Mengungkap Kerahasiaan dan Berbagai Informasi
Konselor menyadari bahwa kepercayaan merupakan hal yang paling utama dalam hubungan konseling.
1.      Menghargai Hak-Hak Konseli
2.      Berbagi Informasi Dengan Pihak Lain
3.      Rekaman Data Konseling
4.      Penelitian dan Pelatihan




DAFTAR PUSTAKA
 
             Saam Zulfan . 2013. Psikologi Konseling. Jakarta: RAJAWALI PERS.
            Latipun. 2011. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.
            Surya, Muhamad. 2003. Psikologi Konseling. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.



[1] Prof. Dr. Zulfan Saam, M.S., Psikologi Konseling, (Jakarta: RAJAWALI PERS, 2013), hlm 153


[2] Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2011), hlm. 166
[3] Surya, Muhamad. Psikologi Konseling. (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2003). Hal. 135-137


Tidak ada komentar:

Posting Komentar